Tuesday, October 27, 2009

Kunjungan ke RS Bersalin Limijati

Hari ini Abigail field trip ke Rumah Sakit Bersalin Limijati.
Masih dalam tema "Kelahiranku", Binekas playschool mengadakan kunjungan ke rumah sakit bersalin Limijati. Di communication book 2 hari lalu memang miss Erni sudah kasih info dan minta ijin tertulis anak2 green class akan 'jalan2' hari ini. Seragamnya kaos merah Binekas... (walaupun sedikit kebesaran, tapi abigail seneeeng banget kalo disuruh pake seragam ini... hihihhi)


Sepagian di rumah aku online kerja, sambil ngebayangin serunyaa perjalanan anakku hari ini, melihat bayi2 mungil di box, dan bunda2 dengan perut besaaaarr...

Sekitar jam 11 siang, akhirnya Abigail sampai di rumah.... Mammie tutup laptop, siap2 dengerin looong exciting n funny story from today's journey... hihihihi
Abigail:
"Mammie.. mammie... tadi aku ketemu ibu dokternya.... ada susternya juga banyaak... terus ade' bayi nya tuh yaa.. di box.... ada yg nangis, ada yg tidur ajaa... ada yang tangannya dimasukin ke selimutnya....."

"Terus ya ade' bayinya tuuuh digantiin popoknyaaa... niiih aku udah bisa gantiin popok dede juga (sambil ngambil scarf mammie yg selalu dipake buat main bonekanya...)

"Terus ya mammie.... waktu mau pulang, dokternya tuuh bilang sama anak2, sama aku gitu... ""sampai ketemu lagi ya anak2, terimakasih sudah berkunjung.... gituuuuuu mammiiiiie..."" (sambil agak membungkuk abigail ceritanya nyontohin dokternya pamitan)... hihihihii

Pfiuuuuhhh..... cape' tapi sueneeeeeng banget abigail hari ini....
2 jempol buat sekolah abi.
Awaiting next project from her school....

Friday, October 23, 2009

kelahiranku...

Pulang sekolah tadi, abigail sibuuukkk cerita ttg topik sekolahnya bulan ini.... "kelahiranku..."
(ironiissss kalo inget wafat oma 3 hari lalu.... ada kelahiran.. dan ada kematian... this is how it works...)
Dimulai dengan ritual salin baju sambil dengerin celotehan abi ttg temen2 dan miss2 nya seharian tadi.... laluu turun ke ruang makan, duduk manis di meja, sambil tungguin mammie siapin makan siangnya...
sambil duduk di depan lapi mammie (bisa anteeeng dikasih liat foto2nya waktu bayi duluu), abigail tiba2 nanya:


Abi: "Mammie... aku dulu waktu masih keciiillll banget ada di perut mammie yaa??"
Mammie: "Iyya bi.... abi di perut mammie 9 bulan.... (aku sambil gambarin jadalannya ibu hamil)"
Abi: "hihihi.... mammie perutnya genduuuttt???"
Mammie: "Iyyaa.. kan abi juga tambah besaar, sama2 mammie makannya.... dari keciiill bangeet sampe ada tangan, kaki, kepala, mata...."
Abi: "oh ya mammie?? hmmm mata aku dibikinnya dari apa?? "
Abi: "terus.. tangannya juga ada kukunya?? terus terusss... apa lagi mammie???"

aku jawaaab pelan2 satu per satu sesuai dengan kemampuan nalarnya abi... (sambil mikiirr... kata2 nya yg paaass tanpa bikin dia bingung). Hmm terakhir nanyanya:

Abi: "terus waktu aku udah besar, aku keluar dari perut mammienya gimana? lewat mana mammie??"
Mammie: tuing tuing tuing....... (kalo yg lahirnya caesar, enak yaaa jelasinnya..... hehehe kalo abigail lahirnya normaal.... giamnaaaa yaaaa jelasinnya????)

Jurus aman..... langsung mengalihkan perhatian duluuu.... hihihi.... karena sampe sekarang dia taunya "ade bayi itu keluarnya dari perut ibunya...." (no further details yet....) hihihi.....

Thursday, October 22, 2009

Selamat jalan 'mamah, oma, yuti'.....


Innalillaahi wa inna ilaihi roojiuun...

Ya Allah terimalah kembali ‘mamah’, ‘oma’, ‘yuti’ kami tersayang kembali kedalam pelukanMu. Terimalah amal ibadahnya selama hidup ini untuk menjadi lenteranya menuju syurgaMu. Terimalah sholatnya sebagai tanda kecintaan dan kepatuhannya padaMu. Terimalah doanya sebagai permohonan belas kasihMu. Tiada satupun yang kekal di dunia ini, karena aku percaya semua ini milikMu... Amiin

Ibu mertuaku ini..... ‘mamah’ biasanya kami memanggilnya, ya anak2, ya mantu2, ‘nggak ada bedanya.... semua anak baginya. Dengan 9 anak (x2 deh sama mantu2nya.. berapa tuuh?), 19 cucu, dan 2 cicit (+ 1 lagi on the way), hmmm bisa kebayang kaann’rame’ nya kalau kita kumpul.....
‘ibu yetty’ atau ‘ses yet’... (sebutan mamah di kalangan kerabat dan tetangga)
‘oma yoyo’... (sebutan para cucu2nya) dan ‘yuti’... (sebutan 2 cicitnya)

Rasanya baru kemarin kami menikmati kebersamaan fulllll dengan seluruh keluarga besar dari pihak ‘mamah’ dan ‘papah’ .... 22 September 2009, dengan blus biru muda nya.... senyumnya tak pernah hilang dari wajahnya.... pose2 fotonya.... menjadi kenangan terakhir kami semua.... ‘mamah’ masih diberi kenikmatan berkumpul dengan semuaaaaaa...... masih menikmati hidangan khas ‘lebaran’, masih tersenyum2 simpul memeluk tasnya yang berisi ‘amplop THR’... (ooohh memoriiiiii)....
Mungkin Allah memang memberinya waktu yang tepaaat untuk bertemu dan bersilaturahmi dengan seluruh keluarga besar, di hari yang fitri... semoga lahir bathin maaf memaafkan yg terucap.. menjadi lembaran putiiiihnya di akhirat...

Seminggu kemudian, mamah mulai terserang demam tinggi... ternyata ‘pneumonia akut’ datang menghampiri tubuh mamah yang sudah mulai renta . 1 Oktober 2009, ‘mamah’ masuk RS. Boromeus.... dari mulai perawatan sampai ke ICU, tak lepas doa kami bagi kesembuhannya....
Tapi Tuhan lah Maha Pemilik segala... 20 Oktober 2009, pukul 20.20 ( di usianya yang ke 77 tahun), kami mengiringi kepergian ‘mamah’ kami tersayang.... dengan doa, sholawat dan istighfar.... menuju kepada Sang Khalik. Nafasnya berhenti teratuuuurrrr, wajahnya tertoleh ke kanan, teriring tetes air mata kami semua di sisi tempat tidurnya...... Ya Allah..... inilah akhir perjalanannya di dunia.... sambutlah ia dalam istanaMu yang kekal....

‘Mamah, oma, yuti’.....
terima kasih atas doa2 yang selalu engkau panjatkan dalam sujud dan sholatmu,
terimakasih atas pelajaran hidup yang engkau contohkan pada kami, anak2mu,
terima kasih atas wejangan2 yang tak pernah lelah engkau sampaikan,
terima kasih atas contoh ‘hobi’ sedekahmu yang insyaallah akan terus menjadi penyejukmu diakhirat,
terimakasih atas segalanyaaaaa.......

Istirahatlah dengan tenang, karena segala ilmu dan bibit yang engkau tanam di dunia ini, akan selalu kami amalkan dan berbuah subur menjadi ladang pahalamu di akhirat.....
Amiiiinnn....
Selamat jalan ‘mamah, oma, yuti’ kami tercinta’.....
Doa kami akan selalu menyertaimu....

Friday, October 16, 2009

Makanan sehat buat ibu hamil

Hari ini abigail pulang sekolah semangaatttt.....

Abigail: "Mammie.... ini aku bawain sup, hasil bikinan aku loooh... aku tadi masak sama miss sama temen2 green class..."
Mammie: "Oh yaaa..?? waah pasti enak yaaa...."
Abigail: " Iya mammie... enak.... sehaaat... ini sayuraan buat ibu yang hamil... supaya adik bayi di dalam perutnya sehat."

Eiiiiittsss..... tunggguuu.... aku bukan lagi hamil looh....hhihihihi

Cumaaa.. memang tema green class di sekolah abi bulan ini adalah "kelahiranku". Jadi bulan ini fokus nya ttg ayah, bunda, adik di dalam perut bunda, sampai kelahirannya.....
Seru juga tiap hari adaaaa aja ceritanya ttg adik bayiii.. popoknya, susu nya... macem2.

Dan jadilah siang ini kita makan nasi hangat + sup buat ibu hamil.... hihihi slurp slurp... nyam nyam... (thank u pumpkin... mmmuaahh)

Friday, October 9, 2009

"Mandikan Aku Bunda..."

Malam ini lagi agak mellow, terima email dari temen yang mengutip satu kisah yang bikin air mataku ngaliiiirrr lagiiiiiiii... karena beberapa bulan lalu sebenernya aku dah pernah baca cerita ini... dan ternyata, malam ini aku bacaaa, sedihnya 'nggak berkuraaang.... hiks.... hiks...

Well, I just wanna share..... dan semoga kita bisa ambil hikmah dan pelajaran di dalamnya...

Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ”Why not the best,” katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika.
Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran.
Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang "selevel" sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.
Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka. Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah ”alif” dan huruf terakhir ”ya”, jadilah nama yang enak didengar: Alifya. Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.
Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain.
Setulusnya saya pernah bertanya, ”Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal? ” Dengan sigap Rani menjawab, ”Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything's OK!” Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti.
Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak.
”Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti” Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini ”memahami” orang tuanya. Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek.
Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Rani menyapanya "malaikat kecilku".
Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. "Alif ingin Bunda mandikan," ujarnya penuh harap. Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.
Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. "Bunda, mandikan aku!" kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. ”Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.” Setengah terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya.
Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri.
Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. "Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif," ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.
Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu, berkata, ”Ini sudah takdir, ya kan. Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?” Saya diam saja.

Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. ”Ini konsekuensi sebuah pilihan,” lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat. Hening sejenak. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.
Tiba-tiba Rani berlutut. ”Aku ibunyaaa!” serunya histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak. "Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif.." Rani merintih mengiba-iba. Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.
Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong.
Bundaaaaaaaaa.....
semoga kita bisa memberi waktu kita yang amat berharga, kepada buah hati kita yang juga teramat sangat berharga..... hingga 'tak ternilai' harganyaaa....

Berilah senyum, tataplah matanya, sentuhlah wajahnya dan genggamlah tangan mungilnya.... maka engkau akan selalu ada di hatinya............